Tuesday, December 11, 2012

Migasala Sutta

मिगसालासुत्तं
Migasālā Suttaṃ
"Jangan Menghakimi Orang Lain!"


Demikianlah Buddha bersabda:
“Karena itu, Ananda, janganlah main langsung menghakimi yang lain,
janganlah secara sepintas mengemukakan penilaian terhadap orang lain.
Orang yang pandai mengkritik* orang lain berarti merugikan dirinya sendiri.
Ananda, hanya Tathāgata atau manusia yang sama
seperti Tathāgata-lah yang dapat dengan benar menilai yang lain."
*judging - menghakimi


खञ्ञति हानन्द, पुग्गलेसु पमाणं गण्हन्तो। अहं वा, आनन्द,
पुग्गलेसु पमाणं गण्हेय्यं, यो वा पनस्स मादिसो।
Khaññati hānanda, puggalesu pamāṇaṃ gaṇhanto. Ahaṃ vā, ānanda,
puggalesu pamāṇaṃ gaṇheyyaṃ, yo vā panassa mādiso.



Suatu ketika YM Ananda, setelah mengenakan jubahnya di pagi hari, membawa mangkuknya dan pergi ke rumah Migasala, seorang siswa awam wanita. Di situ beliau duduk di tempat yang telah disediakan. Setelah memberikan hormat, siswa awam wanita Migasala itu duduk di satu sisi dan berkata:

“Tuan Yang Mulia, bagaimanakah seharusnya orang memahami ajaran yang diajarkan oleh Yang Mulia (Bhagava) ini: yaitu, bahwa orang yang menjalankan kehidupan yang murni dan selibat serta orang yang tidak menjalankannya, setelah kematian keduanya akan memiliki status yang persis sama? Tuan Yang Mulia, ayah saya Purana (di tahun-tahun terakhirnya) hidup selibat, jauh dari sensualitas, tidak menjalani kehidupan seksual yang rendah. Ketika ayah saya meninggal, Yang Mulia (Bhagava) menyatakan bahwa dia telah mencapai keadaan yang-kembali-sekali-lagi dan telah terlahir lagi di antara para dewa Tusita.

“Tetapi Yang Mulia, ayah saya mempunyai saudara bernama Isidatta, yang tidak selibat. Dia menjalani kehidupan perkawinan yang memuaskan. Ketika dia meninggal, Yang Mulia (Bhagava) berkata bahwa dia juga mencapai keadaan yang-kembali-lagi dan telah terlahir lagi di antara para dewa Tusita.

“Yang Mulia Ananda, kalau demikian, bagaimanakah orang harus memahami pernyataan Yang Mulia (Bhagava) ini, bahwa keduanya memiliki status yang persis sama?” “Saudari, hanya dalam hal itu sajalah Yang Mulia (Bhagava) menyatakan demikian.”

Ketika YM Ananda telah menerima dana makanan dari siswa awam wanita Migasala, beliau bangkit dari duduknya dan pergi. Dan di siang hari, setelah waktu makan, beliau pergi menghadap Yang Mulia (Bhagava), memberi hormat dan duduk di satu sisi. Setelah duduk, beliau memberi tahukan apa yang telah terjadi kepada Yang Mulia (Bhagava).

Yang Mulia (Bhagava) berkata: “Siapakah sesungguhnya siswa awam wanita Migasala ini, yang dungu dan tidak berpengalaman didalam Dhamma? Dan siapakah yang memiliki pengetahuan mengenai sifat-sifat manusia yang berbeda-beda itu?.

“Ananda, ada enam jenis orang yang terdapat di dunia ini. Apakah yang enam itu?

“Ananda, terdapat orang yang lembut, teman yang menyenangkan dan sesama bhikkhu senang tinggal bersamanya. Tetapi dia belum mendengar ajaran dan belum memperoleh banyak pelajaran, dia tidak memiliki pemahaman yang tajam dan dia belum juga mencapai bahkan pembebasan pikiran sementara. Ketika tubuhnya hancur, setelah kematian, dia pasti akan turun, bukan maju; dia akan merosot dan tidak naik lebih tinggi.

“Kemudian terdapat orang yang lembut, teman yang menyenangkan dan sesama bhikkhu senang tinggal bersamanya. Dan dia telah mendengar ajaran dan telah memperoleh banyak pelajaran; dia memiliki pemahaman yang tajam dan telah mencapai pembebasan pikiran sementara. Bersama dengan hancurnya tubuh, setelah kematian, dia pasti akan maju, bukan mundur; dia akan naik lebih tinggi dan tidak akan merosot.

“Kemudian, Ananda, para pengkritik akan menyampaikan penilaian demikian ini: ‘Orang ini memiliki sifat-sifat yang sama seperti itu. Walau demikian, mengapa yang satu harus lebih rendah dan yang lain lebih baik?’ Penilaian semacam ini sungguh-sungguh akan menimbulkan kerugian dan penderitaan bagi para pengkritik itu untuk waktu yang lama.

“Ananda, orang yang telah mendengar ajaran dan memperoleh banyak pelajaran, yang memiliki pemahaman yang tajam dan mencapai pembebasan pikiran sementara – orang seperti itu melampaui dan melebihi yang lain. Mengapa? Karena arus Dhamma akan membawanya serta.Tetapi siapa yang dapat menyadari perbedaan-perbedaan ini, kecuali seorang Tathagata, Manusia Yang Sempurna.

“Karena itu, Ananda, janganlah tergesa-gesa menghakimi orang lain,
janganlah secara sepintas mengemukakan penilaian terhadap yang lain.
Orang yang pandai menilai yang lain [pandai menghakimi yang lain]
berarti telah merugikan dirinya sendiri.
Ananda, hanya Tathāgata atau manusia yang sama seperti Tathāgata
yang mampu dengan benar menilai yang lain.

“Selanjutnya, ada orang yang cenderung marah dan sombong, dan dari saat ke saat keadaan-keadaan keserakahan muncul di dalam dirinya. Dan dia belum mendengar ajaran dan memperoleh banyak pelajaran; dia tidak memiliki pemahaman yang tajam, dan belum mencapai pembebasan pikiran sementara. Bersama hancurnya tubuh, setelah kematian, dia pasti akan turun, bukan maju; dia akan merosot dan tidak naik lebih tinggi.

“Kemudian ada orang yang juga cenderung marah dan sombong, dan dari saat ke saat keadaan-keadaan keserakahan muncul di dalam dirinya. Tetapi dia telah mendengar ajaran dan memperoleh banyak pelajaran; dia memiliki pemahaman yang tajam dan mencapai pembebasan pikiran sementara. Bersama hancurnya tubuh, setelah kematian, dia pasti akan maju, bukan turun; dia akan naik lebih tinggi dan tidak akan merosot.

“Ananda, kemudian para pengkritik itu akan menyampaikan penilaian demikian: ‘Orang ini memiliki sifat-sifat yang sama seperti yang lain. Kalau demikian, mengapa yang satu lebih rendah dan yang lain lebih tinggi?’ Penilaian semacam itu benar-benar akan menyebabkan kerugian dan penderitaan bagi para pengkritik itu untuk waktu yang lama.

“Ananda, orang yang telah mendengar ajaran … melebihi dan melampaui yang lain. Mengapa? Karena arus Dhamma membawanya serta. Tetapi siapa yang dapat menyadari perbedaan ini kecuali seorang Tathagata, Manusia Yang Sempurna?

“Oleh karenanya, Ananda, janganlah langsung menghakimi yang lain ….

“Selanjutnya, ada orang lain yang cenderung marah dan sombong, dan dari saat ke saat pembicaraan bertele-tele muncul di dalam dirinya. Dan dia belum mendengarkan ajaran dan memperoleh banyak pelajaran; dia tidak memiliki pemahaman yang tajam dan belum mencapai bahkan pembebasan pikiran sementara. Bersama hancurnya tubuh, setelah kematian, dia pasti akan turun, bukan maju; dia akan merosot dan tidak akan naik lebih tinggi.

Kemudian ada orang yang juga cenderung marah dan sombong; dan dari saat ke saat pembicaraan bertele-tele muncul di dalam dirinya. Tetapi dia sudah mendengar ajaran dan memperoleh banyak pelajaran; dia memiliki pemahaman yang tajam dan telah mencapai pembebasan pikiran sementara. Bersama hancurnya tubuh, setelah kematian, dia pasti akan maju, bukan turun; dia akan naik lebih tinggi dan tidak akan merosot.

Kemudian, Ananda, para pengkritik itu akan menyampaikan penilaian demikian: ‘Orang ini memiliki sifat-sifat yang sama seperti yang lain. Kalau demikian, mengapa yang satu bisa lebih rendah dan yang lain lebih tinggi?’ Penilaian semacam ini benar-benar akan menyebabkan kerugian dan penderitaan bagi para pengkritik untuk waktu yang lama.

“Ananda, ada orang yang telah mendengarkan ajaran dan telah memperoleh banyak pelajaran, yang memiliki pemahaman yang tajam dan mencapai pembebasan pikiran sementara – orang seperti itu melampau dan melebihi yang lain. Mengapa? Karena arus Dhamma membawanya serta. Tetapi siapakah yang dapat menyadari perbedaan ini kecuali seorang Tathagata, Manusia Yang Sempurna.

“Karena itu, Ananda, janganlah langsung menghakimi yang lain, janganlah secara sepintas menilai yang lain. Orang yang menyampaikan penilaian mengenai orang lain merugikan dirinya sendiri. Hanya Aku sendiri, Ananda, atau orang seperti aku, yang dapat menilai orang lain.

“Siapakah sesungguhnya, Ananda, murid awam wanita Migasala ini, yang dungu dan tidak berpengalaman? Dan siapa (dalam perbandingan) mereka yang memiliki pengetahuan mengenai sifat-sifat orang-orang lain yang berbeda-beda?

“Ananda, demikianlah enam jenis orang yang terdapat di dunia ini.

“Seandainya saja Isidatta telah memiliki tingkat moralitas yang sama dengan Purana, Purana tidak akan dapat menyamai status Isidatta. Dan seandainya saja Purana telah memiliki kebijaksanaan yang sama seperti Isidatta, Isidatta tidak akan dapat menyamai status Purana. Tetapi kedua orang ini masing-masing kurang dalam satu hal.


Terjemahan
samaggiphala
[direvisi beberapa kata,
berdasarkan sumber dari kitab pali]


Tipitaka Source 【經源】:
तिपिटक (मूल) - सुत्तपिटक - अङ्गुत्तरनिकाय - छक्कनिपातपाळि - ५. धम्मिकवग्गो - २. मिगसालासुत्तं
Tipiṭaka (mūla) - suttapiṭaka - aṅguttaranikāya - chakkanipātapāḷi - 5. Dham'mikavaggō - 2. Migasālāsuttaṁ




Pali Script, click here
English, click here

No comments:

Post a Comment

Pesan orang tua

Ayo ngelakoni apik, sing seneng weweh, (pokok'e nek kasih sesuatu aja diitung) aja nglarani atine uwong.
Aja dadi uwong sing rumangsa bisa lan rumangsa pinter. Nanging dadiya uwong sing bisa lan pinter rumangsa.
"Sabar iku lire momot kuat nandhang sakening coba lan pandhadharaning urip. Sabar iku ingaran mustikaning laku." -
Ms. Shinta & Paribasan Jowo

Terjemahan

Mari melakukan kebaikan dan senang berdarma-bakti, jangan pernah dihitung-hitung kalau sudah berbuat baik.
Janganlah menyakiti hati orang lain.
Jadi orang jangan cuma merasa bisa dan merasa pintar, tetapi jadilah orang yang bisa dan pintar merasa.
"Sabar itu merupakan sebuah kemampuan untuk menahan segala macam godaan dalam hidup.
Bertingkah laku dengan mengedepankan kesabaran itu ibaratnya bagaikan sebuah mustika
(sebuah hal yang sangat indah) dalam praktek kehidupan"
- Bu Shinta & Pepatah Jawa