Sunday, January 1, 2012

Padamnya Kamma

Aku nyatakan, O para bhikkhu, bahwa tindakan-tindakan yang diniati, dilakukan dan dikumpulkan itu tidak akan padam selama hasilnya belum dialami, apakah di kehidupan ini juga, di kehidupan mendatang atau di kehidupan-kehidupan berikutnya. Dan selama hasil-hasil dari segala tindakan yang diniati, dilakukan dan dikumpulkan itu belum dialami, tidak akan ada akhir penderitaan, demikian kunyatakan.70

Ada, para bhikkhu, kegagalan bernoda di dalam kehidupan yang disebabkan oleh keinginan yang tidak bajik, yang memunculkan penderitaan, mengakibatkan penderitaan. Kegagalan bernoda ini berunsur tiga dalam tindakan fisik, berunsur empat dalam tindakan ucapan dan berunsur tiga dalam tindakan mental.

Bagaimana kegagalan bernoda di dalam kehidupan yang disebabkan oleh keinginan yang tidak bajik ini berunsur tiga dalam tindakan fisik?

Ada orang yang menghancurkan kehidupan; dia kejam dan tangannya bernoda darah; dia cenderung melakukan pembantaian dan pembunuhan, karena tidak memiliki cinta kasih terhadap makhluk hidup.

Dia mengambil apa yang tidak diberikan kepadanya, didorong oleh niat mencuri barang-barang milik orang lain, baik di desa maupun di hutan.

Dia berperilaku salah di dalam hal seks; dia berhubungan seks dengan mereka yang berada di bawah perlindungan ayah, ibu, saudara laki laki, saudara perempuan, sanak saudara atau suku, atau komunitas agamanya; atau dengan mereka yang dijanjikan akan dinikahkan, yang dilindungi hukum, dan bahkan dengan mereka yang bertunangan dengan kalungan bunga di lehernya.71

Demikianlah kegagalan bernoda di dalam kehidupan itu berunsur tiga dalam tindakan fisik.

Dan bagaimana kegagalan bernoda di dalam kehidupan berunsur empat dalam tindakan ucapan?

Ada orang yang menjadi pembohong ketika dia berada di antara komunitasnya atau di kelompok lain, atau di antara sanak saudaranya, teman sekerjanya, di pengadilan negara, atau ketika dipanggil sebagai saksi dan diminta mengatakan apa yang diketahuinya. Kemudian, meskipun tidak tahu, dia akan berkata, “Saya tahu”; meskipun tahu, dia akan berkata “Saya tidak tahu”; meskipun tidak melihat, dia akan berkata, “Saya telah melihat”; dan meskipun telah melihat, dia akan berkata, “Saya tidak melihat”. Dengan cara itu dia mengucapkan kebohongan yang disengaja, baik demi dirinya sendiri, demi orang lain, atau demi keuntungan materi.

Dia mengeluarkan ucapan yang memecah belah: apa yang didengarnya di sini dilaporkannya di tempat lain untuk menimbulkan konflik di sana; dan apa yang didengarnya di sana dilaporkannya di sini untuk menimbulkan konflik di sini. Dengan demikian dia menciptakan perselisihan di antara mereka yang bersatu, dan dia masih juga menghasut lagi mereka yang sedang berselisih. Dia menyukai perselisihan, dia bergembira dan bersukacita di dalamnya, dan dia mengucapkan kata-kata yang menyebabkan perselisihan.

Dia berbicara dengan kasar, menggunakan ucapan yang keras, kasar, pahit dan sewenang-wenang, yang membuat orang lain marah dan menyebabkan kebingungan pikiran. Demikianlah ucapan yang dikeluarkannya.

Dia gemar mengobrol yang tidak penting: dia membicarakan apa yang tidak pada waktunya, yang tidak beralasan dan tidak bermanfaat, yang tidak ada hubungannya dengan Dhamma atau Vinaya: Pembicaraannya tidak berharga untuk disimpan, tidak menguntungkan, tidak dianjurkan, tidak terkendali, dan mencelakakan.

Demikianlah kegagalan yang bernoda di dalam kehidupan itu berunsur empat dalam tindakan ucapan.

Dan bagaimana kegagalan yang bernoda di dalam kehidupan berunsur tiga dalam tindakan mental?

Ada orang yang tamak; dia menginginkan kekayaan dan harta benda orang lain. Dia berpikir: “O, apa yang dia miliki itu seharusnya kumiliki!”

Ada juga orang yang memiliki niat jahat di hatinya. Dia memiliki pikiran yang keji, seperti misalnya: “Biarlah makhluk-makhluk ini dibantai! Biarlah mereka dibunuh dan dihancurkan! Semoga mereka musnah dan tidak ada lagi!”

Dia memiliki pandangan-pandangan yang salah dan pemikiran yang menyimpang, seperti misalnya: “Tidak ada nilai moral dalam pemberian, persembahan atau pengorbanan; tidak ada buah atau akibat dari perbuatan baik atau jahat: tidak ada dunia ini ataupun dunia lain;72 tidak ada kewajiban-kewajiban terhadap ibu dan ayah; tidak ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; tidak ada petapa atau brahmana di dunia ini yang hidup dan berperilaku benar, yang dapat menjelaskan dunia ini dan dunia selanjutnya, setelah merealisasikannya melalui pengetahuan langsung mereka.”

Demikianlah kegagalan bernoda di dalam kehidupan – yang disebabkan oleh keinginan yang tidak bajik, memunculkan penderitaan, berakibat dalam penderitaan – itu berunsur tiga dalam tindakan mental.

Demikianlah kegagalan bernoda di dalam kehidupan, yang berunsur tiga dalam tindakan fisik, berunsur empat dalam tindakan ucapan dan berunsur tiga dalam tindakan mental, dan yang disebabkan oleh keinginan yang tidak bajik, memunculkan penderitaan; berakibat dalam penderitaan. Disebabkan oleh kegagalan di dalam kehidupan inilah maka dengan hancurnya tubuh, setelah kematian, makhluk-makhluk itu akan terlahir kembali di alam penderitaan, di tempat tujuan yang buruk, di dunia yang rendah, di neraka.

Sama seperti lemparan dadu yang sempurna, ketika dilemparkan ke atas akan terjatuh dengan mantap di mana pun jatuhnya. Seperti itu pula, karena kegagalan-kegagalan bernoda di dalam kehidupan yang disebabkan oleh keinginan yang tidak bajik, maka makhluk-makhluk itu akan terlahir kembali di alam penderitaan … di neraka.

Kunyatakan, para bhikkhu, bahwa tindakan-tindakan yang diniati, dilakukan dan dikumpulkan tidak akan padam apabila hasilnya belum dialami, apakah di kehidupan ini juga, di kehidupan mendatang atau di kehidupan kehidupan berikutnya. Dan selama hasil-hasil dari berbagai tindakan yang diniati, dilakukan dan dikumpulkan itu belum dialami, tidak akan ada akhir penderitaan, ini kunyatakan.

Ada, para bhikkhu, keberhasilan di dalam kehidupan yang disebabkan oleh keinginan yang bajik, yang memunculkan kebahagiaan, berakibat dalam kebahagiaan. Keberhasilan ini berunsur tiga dalam tindakan fisik, berunsur empat dalam tindakan ucapan dan berunsur tiga dalam tindakan mental.

Bagaimana keberhasilan di dalam kehidupan yang disebabkan keinginan bajik ini berunsur tiga dalam tindakan fisik?

Ada orang yang tidak menghancurkan kehidupan, dengan kail dan senjata yang disingkirkan, dia berhati-hati dan baik hati serta berdiam dalam kasih sayang terhadap semua makhluk.

Dia tidak mengambil apa yang tidak diberikan kepadanya dan tidak didorong oleh niat mencuri barang-barang milik orang lain, baik di desa maupun di hutan.

Dia menghentikan perilaku seksual yang salah dan tidak melakukannya. Dia tidak melakukan hubungan seks dengan mereka yang berada di bawah perlindungan ayah, ibu … tidak pula dengan mereka yang bertunangan dengan kalungan bunga di lehernya.

Demikianlah keberhasilan di dalam kehidupan itu berunsur tiga dalam tindakan fisik.

Dan bagaimana keberhasilan di dalam kehidupan berunsur empat dalam tindakan ucapan?

Ada orang yang telah menghentikan ucapan yang tidak benar dan tidak melakukannya. Ketika dia berada di antara komunitasnya atau di kelompok lain, atau di antara sanak saudara, teman sekerja, di pengadilan negara, atau ketika dipanggil sebagai saksi dan diminta mengatakan apa yang diketahuinya, maka bila tahu, dia akan berkata, “Saya tahu”; dan bila tidak tahu, dia akan berkata, “Saya tidak tahu”; bila telah melihat, dia akan berkata, “Saya telah melihat”; dan bila tidak melihat, dia akan berkata, “Saya tidak melihat”. Dia tidak mengucapkan kebohongan yang disengaja, baik demi dirinya sendiri, demi orang lain, atau demi keuntungan materi.

Dia telah menghentikan ucapan yang memecah belah dan tidak melakukannya. Apa yang sudah didengarnya di sini tidak akan dilaporkannya di tempat lain untuk menimbulkan konflik di sana; dan apa yang telah didengarnya di sana tidak akan dilaporkannya di sini untuk menimbulkan konflik di sini. Dengan demikian dia mempersatukan mereka yang sedang bermusuhan dan mendukung mereka yang bersatu. Kerukunan membuatnya senang, dia bergembira dan bersukacita dalam kerukunan, dan dia mengucapkan kata-kata yang menyebabkan kerukunan.

Dia telah menghentikan ucapan yang kasar dan tidak melakukannya. Kata-katanya lembut, enak didengar, penuh kasih, menghangatkan hati, sopan, dapat diterima banyak orang, menyenangkan banyak orang.

Dia telah menghentikan percakapan yang sia-sia dan tidak melakukannya. Dia berbicara pada saat yang tepat, sesuai fakta dan tentang hal-hal yang bermanfaat. Dia berbicara tentang Dhamma dan Vinaya dan berbicara dengan cara yang pantas disimak. Pembicaraannya bermanfaat, membantu, pantas dan penuh makna.

Demikianlah keberhasilan di dalam kehidupan ini berunsur empat dalam tindakan ucapan.

Dan bagaimana keberhasilan di dalam kehidupan berunsur tiga dalam tindakan mental?

Di sini ada orang yang bebas dari ketamakan; dia tidak iri terhadap kekayaan dan harta benda orang lain. Dia tidak berpikir, “O, apa yang dia miliki itu seharusnya kumiliki!”

Dia tidak memiliki niat jahat di hatinya. Dia memiliki pemikiran dan niat murni, seperti misalnya: “Semoga makhluk-makhluk ini bebas dari permusuhan, bebas dari kecemasan! Semoga mereka tidak terganggu dan hidup dengan bahagia!”

Dia memiliki pandangan benar dan perspektif yang tepat, seperti misalnya: “Ada nilai moral dalam pemberian, persembahan dan pengorbanan; ada buah atau akibat dari perbuatan baik atau jahat; ada dunia ini dan sekaligus dunia lain; ada kewajiban-kewajiban terhadap ibu dan ayah; ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; ada petapa atau brahmana di dunia ini yang hidup dan berperilaku benar, yang dapat menjelaskan dunia ini dan dunia selanjutnya, setelah merealisasikannya melalui pengetahuan langsung mereka.”

Demikianlah keberhasilan di dalam kehidupan yang disebabkan oleh keinginan yang bajik itu berunsur tiga dalam tindakan mental.

Keberhasilan di dalam kehidupan yang berunsur tiga dalam tindakan fisik, berunsur empat dalam tindakan ucapan dan berunsur tiga dalam tindakan mental, dan yang telah disebabkan oleh keinginan yang bajik, memunculkan kebahagiaan dan berakibat dalam kebahagiaan. Disebabkan oleh keberhasilan di dalam kehidupan inilah maka dengan hancurnya tubuh, setelah kematian, makhluk-makhluk itu akan terlahir kembali di tempat tujuan yang baik, di alam surga.

Sama seperti lemparan dadu yang sempurna, ketika dilemparkan ke atas akan terjatuh dengan mantap di mana pun jatuhnya. Seperti itu pula, karena keberhasilan di dalam kehidupan yang disebabkan oleh keinginan yang bajik, maka makhluk-makhluk itu akan terlahir kembali di tempat tujuan yang baik, di alam surga.

Aku nyatakan, O para bhikkhu, bahwa tindakan-tindakan yang diniati, dilakukan dan dikumpulkan itu tidak akan padam apabila hasil-hasilnya belum dialami, apakah di kehidupan ini juga, di kehidupan mendatang atau di kehidupan-kehidupan berikutnya. Dan selama hasil-hasil dari berbagai tindakan yang diniati, dilakukan dan dikumpulkan itu belum dialami, tidak akan ada akhir penderitaan, demikian kunyatakan.

Anguttara Nikaya 10




Mari kita lihat kisah menarik berikut ini sebagai perenungan atau refleksi
anda umat awam yang berkehidupan rumah tangga, khususnya bagi anak muda,
agar selalu terjaga dalam menggunakan kemakmuran dan menjaga kesucian diri.
Kisah Putra Mahadhana yang tidak tahu bagaimana menjaga warisan orang tua, ia tidak memiliki pengetahuan dan keahlian didalam itu pun juga tidak menjalankan kesucian, hingga akhirnya ....

No comments:

Post a Comment

Pesan orang tua

Ayo ngelakoni apik, sing seneng weweh, (pokok'e nek kasih sesuatu aja diitung) aja nglarani atine uwong.
Aja dadi uwong sing rumangsa bisa lan rumangsa pinter. Nanging dadiya uwong sing bisa lan pinter rumangsa.
"Sabar iku lire momot kuat nandhang sakening coba lan pandhadharaning urip. Sabar iku ingaran mustikaning laku." -
Ms. Shinta & Paribasan Jowo

Terjemahan

Mari melakukan kebaikan dan senang berdarma-bakti, jangan pernah dihitung-hitung kalau sudah berbuat baik.
Janganlah menyakiti hati orang lain.
Jadi orang jangan cuma merasa bisa dan merasa pintar, tetapi jadilah orang yang bisa dan pintar merasa.
"Sabar itu merupakan sebuah kemampuan untuk menahan segala macam godaan dalam hidup.
Bertingkah laku dengan mengedepankan kesabaran itu ibaratnya bagaikan sebuah mustika
(sebuah hal yang sangat indah) dalam praktek kehidupan"
- Bu Shinta & Pepatah Jawa