Sunday, March 29, 2015

Ittha Sutta

३. इट्ठसुत्तं
3. Iṭṭhasuttaṃ
Wacana Hal Yang Diharapkan



Saat itu perumahtangga Anāthapiṇḍika mengunjungi Sang Bhagavā dan saat tiba, setelah memberi hormat pada Beliau, dia duduk di satu sisi. Saat perumahtangga Anāthapiṇḍika duduk di sana, Sang Bhagavā berkata kepadanya, “Ada lima hal, perumahtangga, yang diharapkan, disukai, menyenangkan, dan sulit di dapat di dunia. Apa lima hal tersebut?

“Umur panjang adalah hal yang diharapkan, disukai, menyenangkan, dan sulit di dapat di dunia. Kecantikan adalah hal yang diharapkan, disukai, menyenangkan, dan sulit di dapat di dunia. Kebahagiaan adalah hal yang diharapkan, disukai, menyenangkan, dan sulit di dapat di dunia. Kemasyhuran adalah hal yang diharapkan, disukai, menyenangkan, dan sulit di dapat di dunia. Surga adalah hal yang diharapkan, disukai, menyenangkan, dan sulit di dapat di dunia.”

“Saya beritahu, perumahtangga, lima hal ini, yang diharapkan, disukai, menyenangkan, dan sulit di dapat di dunia, tidak bisa didapat dengan cara memohon-mohon atau berfantasi. Jika lima hal ini, yang diharapkan, disukai, menyenangkan, dan sulit di dapat di dunia, bisa didapat dengan cara memohon-mohon atau berfantasi, siapa di dunia yang tidak memilikinya?”

“Perumahtangga, tidaklah pantas bagi seorang murid yang mulia yang menginginkan umur panjang dengan bermohon (bersungut-sungut), atau dengan berfantasi (ngarep-ngarep halu). Perumahtangga, seorang murid yang mulia yang menginginkan umur panjang harus mengikuti jalan yang kondusif pada [pencapaian] umur panjang. Karena dengan mengikuti jalan yang kondusif pada [pencapaian] umur panjang, ini akan membawanya pada pencapaian umur panjang, dan dia akan mendapatkan umur panjang, baik sebagai manusia maupun dewa.”

“Perumahtangga, tidaklah pantas bagi seorang murid yang mulia yang menginginkan kecantikan dengan bermohon (bersungut-sungut), atau dengan berfantasi (ngarep-ngarep halu). Perumahtangga, seorang murid yang mulia yang menginginkan kecantikan harus mengikuti jalan yang kondusif pada [pencapaian] kecantikan. Karena dengan mengikuti jalan yang kondusif pada [pencapaian] kecantikan, ini akan membawanya pada pencapaian kecantikan, dan dia akan mendapatkan kecantikan, baik sebagai manusia maupun dewa.”

“Perumahtangga, tidaklah pantas bagi seorang murid yang mulia yang menginginkan kebahagiaan dengan bermohon (bersungut-sungut), atau dengan berfantasi (ngarep-ngarep halu). Perumahtangga, seorang murid yang mulia yang menginginkan kebahagiaan harus mengikuti jalan yang kondusif pada [pencapaian] kebahagiaan. Karena dengan mengikuti jalan yang kondusif pada [pencapaian] kebahagiaan, ini akan membawanya pada pencapaian kebahagiaan, dan dia akan mendapatkan kebahagiaan, baik sebagai manusia maupun dewa.”

“Perumahtangga, tidaklah pantas bagi seorang murid yang mulia yang menginginkan kemasyhuran dengan bermohon (bersungut-sungut), atau dengan berfantasi (ngarep-ngarep halu). Perumahtangga, seorang murid yang mulia yang menginginkan kemasyhuran harus mengikuti jalan yang kondusif pada [pencapaian] kemasyhuran. Karena dengan mengikuti jalan yang kondusif pada [pencapaian] kemasyhuran, ini akan membawanya pada pencapaian kemasyhuran, dan dia akan mendapatkan kemasyhuran, baik sebagai manusia maupun dewa.”

“Perumahtangga, tidaklah pantas bagi seorang murid yang mulia yang menginginkan surga dengan bermohon (bersungut-sungut), atau dengan berfantasi (ngarep-ngarep halu). Perumahtangga, seorang murid yang mulia yang menginginkan surga harus mengikuti jalan yang kondusif pada [pencapaian] surga. Karena dengan mengikuti jalan yang kondusif pada [pencapaian] surga, ini akan membawanya pada pencapaian surga, dan dia akan mendapatkan surga.”

Umur panjang, kecantikan, kemasyhuran, penghormatan,
surga, dan lahir dalam keluarga kelas atas;
Mereka yang menyenangi, menginginkan hal-hal tersebut
dalam kemuliaan dan berkesinambungan,
Bijaksanawan memuji kesungguhan
dalam melakukan kebajikan.

orang orang yang dengan kesungguhan [melaksanakan kebajikan],
mendapatkan kedua berkah:
berkah di kehidupan ini, dan
berkah di kehidupan mendatang.
mereka, yang telah merealisasi berkah tersebut,
disebut sebagai orang bijaksana.

note:
Agar anda (umat Buddha) memahami arti dari apa yang Buddha katakan, maka ini uraian kalimat sutta ini:

🔹 Na kho – tidak sungguh (penegasan negatif)
🔹 gahapati – wahai kepala keluarga (sapaan kepada umat perumah tangga)
🔹 arahati – pantas atau layak
🔹 ariyasāvako – seorang siswa mulia (murid dari Sang Ariya)
🔹 sukhakāmo – yang menginginkan kebahagiaan (sukha = kebahagiaan; kāma = keinginan)
🔹 sukhaṃ – kebahagiaan
🔹 āyācituṃ vā – untuk meminta (āyācituṃ = infinitif dari āyācati, ‘memohon-mohon’, ‘BERSUNGUT-SUNGUT’); vā = atau
🔹 abhinandituṃ vā – untuk menyambut/dambakan dengan senang hati (abhinandituṃ = infinitif dari abhinandati: ngarep-ngarep bangat seperti yang istilah jaman sekarang disebut "halu")
🔹 sukhassa vāpi hetu – atau bahkan karena sebab kebahagiaan
🔹 vāpi = pun, bahkan
🔹 hetu = sebab

📘 Terjemahan:

Wahai kepala keluarga, seorang siswa mulia yang menginginkan kebahagiaan tidaklah pantas untuk meminta atau memohon-mohon, menggandrungi (ngarep-ngarep), atau bermotivasi (beraspirasi/ngarep halu) semata karena kebahagiaan.

👉 Ini menekankan bahwa siswa mulia tidak mengejar kebahagiaan lewat permohonan (seperti bersungut dan mohon-mohon, atau ngarep halu (berharap kosong), apalagi mengejarnya hanya demi kesenangan itu sendiri.

KATA āyācituṃ diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai berdoa, karena artinya request dengan harap memhon mohon, bersungut agar dikabulkan keinginannya (baik kepada raja, orang tua ataupun kepada Tuhan atau di zaman itu disebut sebagai Maha Brahma atau Tuhan Agung) 

didalam KBBI:
doa:
n permohonan (harapan, permintaan, pujian) kepada Tuhan

sedangkan judul daripada sutta ini adalah:
Iṭṭhasuttaṃ
Perbicaraan mengenai Yang di Harapkan
jadi ada kata Harapkan, kadang kita pun menterjemahkannya dengan yang kita doa kan. 
yang kita harapkan.
jadi kata doa itu memiliki multi-makna
jadi seperti diatas tulis dalam KBBI kalau dao itu artinya permhonan, harapan, permintaan, pujian. 

Bagaimana agama Buddha menterjemahkan kata doa dengan selarasnya didalam bahasa Pali:
Doa itu bisa disebut tentu saja
1. āyācati: permohonan (maka ia memohon kepada seperti ditulis diatas, memohon kepada Raja, Tuhan dan orang tua, dsb)
2. Patthanā: aspirasi, keinginan spiritual menyatakan niat luhur untuk masa depan.

Cetanāti tīsu dvāresu nibbattitacetanāva gahitā. Patthanāti ‘‘evarūpo siya’’nti evaṃ patthanā. Paṇidhīti ‘‘devo vā bhavissāmi devaññataro vā’’ti cittaṭṭhapanā. 

Patthanāti ‘‘evarūpo siya’’nti evaṃ patthanā.
"Paṭṭhanā" (aspirasi/keinginan) berarti keinginan yang timbul seperti: "Semoga aku menjadi seperti ini."

“Paṇidhāna berarti dengan harapan, seperti: ‘Semoga aku menjadi dewa atau salah satu jenis dewa.’”

3. Paṇidhāna: tekad luhur, janji batin, sumpah spiritual jangka panjang, seperti tekad menjadi Buddha (dalam konteks “sumpah/doa spiritual”)

🌺 Teks Pāḷi:

Pattuttaruttaradasā paṇidhāna bījā,

Cetoradharāya karuṇā jala sekha vuddhā;

Sabbaññu ñāṇa phaladā sati vāṭa guttā,

Taṃ samphalandisatu pāramitā latā te.

📘 Terjemahan Bahasa Indonesia:

Semoga pohon sulur pāramī-mu berbunga dengan sempurna,

Berasal dari benih tekad luhur (aspirasi agung / harapan agung) di tanah batin,

Disiram oleh air welas asih yang mengalir dari hati,

Dijaga oleh angin sati, dan berbuah dengan buah kebijaksanaan yang maha tahu.

4. Ādhiṭṭhāna: ketetapan hati, determinasi, yaitu berarti tekad kuat; bisa berupa “doa batin” untuk keteguhan. Dalam konteks doa untuk kekuatan batin


✅ 2.
Sukhakāmena, gahapati, ariyasāvakena sukhasaṃvattanikā paṭipadā paṭipajjitabbā.

🔹 Sukhakāmena – oleh orang yang menginginkan kebahagiaan
🔹 gahapati – wahai kepala keluarga
🔹 ariyasāvakena – oleh siswa mulia
🔹 sukhasaṃvattanikā – yang menuju/menghasilkan kebahagiaan (sukha + saṃvattanikā)
🔹 paṭipadā – jalan praktik, jalan hidup
🔹 paṭipajjitabbā – harus dipraktikkan (verba pasif, bentuk harus/dianjurkan)

📘 Terjemahan:

Wahai kepala keluarga, oleh seorang siswa mulia yang menginginkan kebahagiaan, jalan yang menuju pada kebahagiaan hendaknya dijalani.

👉 Sang Buddha memberi solusi — bukan meminta kebahagiaan, tapi menjalani praktik yang mengarah ke sana.

✅ 3.
Sukhasaṃvattanikā hissa paṭipadā paṭipannā sukhapaṭilābhāya saṃvattati.

🔹 Sukhasaṃvattanikā – yang menuju kebahagiaan
🔹 hi – karena, sungguh
🔹 ssa – kepunyaannya (genitive dari "so")
🔹 paṭipadā – jalan praktik
🔹 paṭipannā – yang telah dijalani (partisip pasif)
🔹 sukhapaṭilābhāya – untuk pencapaian kebahagiaan

sukha = kebahagiaan

paṭilābha = perolehan/pencapaian
🔹 saṃvattati – menghasilkan, mengarah ke

📘 Terjemahan:

Karena jalan yang menuju kebahagiaan, jika dijalani, akan menghasilkan pencapaian kebahagiaan.

👉 Ajaran yang sangat praktis: kebahagiaan bukan untuk diminta, tapi dicapai lewat praktik yang benar.

✅ 4.
So lābhī hoti sukhassa dibbassa vā mānusassa vā.

🔹 So – ia (siswa mulia itu)
🔹 lābhī hoti – menjadi peraih/penerima
🔹 sukhassa – kebahagiaan
🔹 dibbassa vā – kebahagiaan surgawi atau
🔹 mānusassa vā – kebahagiaan manusiawi

📘 Terjemahan:

Ia menjadi penerima kebahagiaan, baik surgawi maupun manusiawi.

👉 Setelah menempuh praktik benar, kebahagiaan akan datang, bahkan tanpa perlu diminta.

🟩 Kesimpulan Makna Keseluruhan:
Sang Buddha mengajarkan bahwa:

Seorang siswa mulia tidak sepatutnya memohon atau mengejar kebahagiaan sebagai tujuan akhir.
Sebaliknya, ia harus menempuh jalan praktik yang menuju pada kebahagiaan.
Dengan menjalani jalan tersebut, kebahagiaan—baik manusiawi maupun surgawi—akan diperoleh dengan sendirinya.



Translation source:
PTS: A iii 47 , Bodhi halaman 667


Tipitaka Source 【經源】:
तिपिटक (मूल) - सुत्तपिटक - अङ्गुत्तरनिकाय - पञ्चकनिपात - ५. मुण्डराजवग्गो - ३. इट्ठसुत्तं
Tipiṭaka (mūla) - suttapiṭaka - aṅguttaranikāya - pañcakanipāta - 5. Muṇḍarājavaggō - 3. Iṭṭhasuttaṁ


Pali Script, click here
Bahasa Indonesia, click here
English Translation, click here 


No comments:

Post a Comment

Pesan orang tua

Ayo ngelakoni apik, sing seneng weweh, (pokok'e nek kasih sesuatu aja diitung) aja nglarani atine uwong.
Aja dadi uwong sing rumangsa bisa lan rumangsa pinter. Nanging dadiya uwong sing bisa lan pinter rumangsa.
"Sabar iku lire momot kuat nandhang sakening coba lan pandhadharaning urip. Sabar iku ingaran mustikaning laku." -
Ms. Shinta & Paribasan Jowo

Terjemahan

Mari melakukan kebaikan dan senang berdarma-bakti, jangan pernah dihitung-hitung kalau sudah berbuat baik.
Janganlah menyakiti hati orang lain.
Jadi orang jangan cuma merasa bisa dan merasa pintar, tetapi jadilah orang yang bisa dan pintar merasa.
"Sabar itu merupakan sebuah kemampuan untuk menahan segala macam godaan dalam hidup.
Bertingkah laku dengan mengedepankan kesabaran itu ibaratnya bagaikan sebuah mustika
(sebuah hal yang sangat indah) dalam praktek kehidupan"
- Bu Shinta & Pepatah Jawa