Saturday, November 15, 2014

Ujjhānasaññi Sutta

Ujjhānasaññi Sutta
Pencari Kesalahan


Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, di Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian, pada larut malam, sejumlah devatā “pencari kesalahan”, dengan keindahan yang memesona, menerangi seluruh Hutan Jeta, mendekati Sang Bhagavā dan berdiri di angkasa.[1]

Kemudian salah satu devatā, sambil berdiri di angkasa, mengucapkan syair ini di hadapan Sang Bhagavā:

“Jika seseorang memperlihatkan dirinya dalam salah satu cara
Sedangkan sesungguhnya ia adalah kebalikannya
Apa yang ia nikmati diperoleh dengan mencuri
Bagaikan perolehan dari seorang penjudi curang.”[2]

[Devatā lainnya:]

“Seseorang seharusnya mengatakan sesuai apa yang akan ia lakukan;
Jangan mengatakan apa yang tidak akan ia lakukan.
Para bijaksana dengan jelas melihat orang ini
Yang tidak mempraktikkan apa yang ia ajarkan.”

[Sang Bhagavā:]

“Bukan hanya dengan ucapan dan juga bukan dengan mendengarkan
Seseorang memperoleh kemajuan dalam jalan praktik yang kokoh ini
Yang dengannya para bijaksana, para meditator,
Terbebaskan dari belenggu Māra.

“Sesungguhnya, para bijaksana tidak berpura-pura,
Karena mereka telah memahami dunia ini.
Dengan pengetahuan tertinggi para bijaksana terpuaskan:
Mereka telah menyeberangi kemelekatan terhadap dunia.”

Kemudian para devatā itu, setelah turun ke atas tanah, bersujud dengan kepala mereka di kaki Sang Bhagavā, dan berkata kepada Sang Bhagavā: “Kesalahan menguasai kami, Yang Mulia, karena sungguh bodoh, sungguh tolol, sungguh tidak terampil sehingga kami membayangkan dapat menyerang Sang Bhagavā. Mohon Bhagavā memaafkan kami atas kesalahan kami ini agar kami dapat mengendalikan diri di masa depan.”

Kemudian Sang Bhagavā tersenyum:[3] Para Devatā itu, mencari kesalahan lebih jauh lagi, kemudian naik ke angkasa. Salah satu devatā mengucapkan syair ini di hadapan Sang Buddha:

“Jika seseorang tidak memaafkan
Mereka yang mengakui kesalahan,
Marah dalam hati, cenderung membenci,
Ia dengan kuat memendam permusuhan.”

[Sang Bhagavā:]

“Jika tidak ada kesalahan,
Jika tidak tersesat di sana-sini,
Dan jika permusuhan dipadamkan,
Maka seseorang tidak akan melakukan kesalahan disini.”[4]

[Devatā:]

“Siapakah yang tidak melakukan kesalahan?
Siapakah yang tidak tersesat?
Siapakah yang tidak jatuh dalam kebingungan?
Dan siapakah yang bijaksana, selalu waspada?”

[Sang Bhagavā:]

“Sang Tathāgata, Yang mencapai Penerangan Sempurna,
Penuh belas kasihan terhadap semua makhluk:
Beliau tidak melakukan kesalahan,
Beliau tidak tersesat;
Beliau tidak jatuh dalam kebingungan,
Dan Beliau adalah Sang Bijaksana, selalu waspada.

“Jika seseorang tidak memaafkan
Kepada mereka yang mengakui kesalahan,
Marah dalam hati, cenderung membenci,
Ia dengan kuat memendam permusuhan.
Dalam permusuhan itu, Aku tidak bergembira,
Karena itu, Aku memaafkan kesalahan kalian.”


Sumber terjemahan:
Dcpedia

No comments:

Post a Comment

Pesan orang tua

Ayo ngelakoni apik, sing seneng weweh, (pokok'e nek kasih sesuatu aja diitung) aja nglarani atine uwong.
Aja dadi uwong sing rumangsa bisa lan rumangsa pinter. Nanging dadiya uwong sing bisa lan pinter rumangsa.
"Sabar iku lire momot kuat nandhang sakening coba lan pandhadharaning urip. Sabar iku ingaran mustikaning laku." -
Ms. Shinta & Paribasan Jowo

Terjemahan

Mari melakukan kebaikan dan senang berdarma-bakti, jangan pernah dihitung-hitung kalau sudah berbuat baik.
Janganlah menyakiti hati orang lain.
Jadi orang jangan cuma merasa bisa dan merasa pintar, tetapi jadilah orang yang bisa dan pintar merasa.
"Sabar itu merupakan sebuah kemampuan untuk menahan segala macam godaan dalam hidup.
Bertingkah laku dengan mengedepankan kesabaran itu ibaratnya bagaikan sebuah mustika
(sebuah hal yang sangat indah) dalam praktek kehidupan"
- Bu Shinta & Pepatah Jawa