Tuesday, November 8, 2011

Paccha-bumika Sutta

Ini adalah pertanyaan yang menarik dari kejadian yang ada di kitab Agama Buddha, karena bahkan sampai pada era yang moderen ini, orang-orang tertentu masih mempercayai Sang Buddha dapat membantu kita untuk terlahir kembali di alam surga, Mari kita simak ceritanya.

Ada seorang Kepala Desa dari suatu desa datang
untuk berbicara pada Sang Buddha.
Kepala desa tersebut berkata pada Sang Buddha
bahwa di sana di sebelah Barat terdapat
kumpulan Brahmana yang memiliki tradisi yang aneh.

Di samping tradisi memikul air, mandi di air untuk memurnikan diri mereka dan memuja api, ketika sanak keluarga mereka meninggal dunia, mereka segera membawa jasad tubuh keluar dari rumah, dan merentangkan jasad tersebut tinggi-tinggi di udara. Jasad tersebut dihadapkan ke langit dan mereka meneriaki nama dari orang yang meninggal tersebut dan menunjukkan dia jalan ke surga.

Mereka percaya karena jasad tersebut menghadap langit, yang meninggal dapat melihat langit, dan ketika mereka meneriaki rohnya, secara otomatis, rohnya akan naik ke surga.

Lalu kepala desa berkata mungkin Sang Buddha (yang memiliki kekuatan adidaya) dapat membawa setiap orang yang telah meninggal dunia untuk terlahir kembali di alam surga.


Sang Buddha kemudian menjawab sebagai berikut:




Sang Buddha :
“Andaikan seorang pria datang menuju ke tepi danau yang sangat dalam, dan memegang sebuah batu besar yang berat di kedua tangannya, dan kemudian melemparnya ke tengah danau. Sekarang, dikarenakan batunya mulai tenggelam ke dalam air, semua orang ramai berdatangan dan berteriak pada batu tersebut, memuji batu itu, meminta (Berdoa) batu tersebut untuk mengapung di permukaan dan mengapung menuju tepian. Apakah batunya dapat mengapung?”.

Kepala desa :” Itu tidak mungkin karena batunya berat, secara alamiah akan tenggelam ke dalam air”.

Sang Buddha : “ Dengan cara yang sama, andaikan seseorang 
telah melakukan banyak kejahatan, dia telah membunuh, mencuri, berasusila, berbohong dan sebagainya. Ketika dia meninggal dunia (dan kamma buruknya menarik dia ke bawah), orang ramai berdatangan dan meneriaki dia untuk pergi ke surga; mungkinkah ia dapat pergi ke sana?”

Kepala desa : “Itu tidak mungkin karena ia telah banyak melakukan kejahatan; sama kasusnya dengan batu tersebut, dia akan tenggelam menuju kelahiran kembali yang buruk”.

Kemudian Sang Buddha berkata :” Andaikan seseorang lainnya datang ke tepian danau yang dalam. Dia mengambil secangkir minyak dan melemparkan secangkir minyak itu ke tengah danau. Cangkirnya akan tenggelam tetapi minyaknya, karena ringan, akan mengapung di permukaan. Dikarenakan minyaknya mengapung di permukaan, orang berdatangan dan meneriaki minyaknya untuk tenggalam ke dalam air. Mungkinkah minyak tersebut dapat tenggelam?”.

Kepala desa :” Itu tidak mungkin karena minyaknya ringan, dan secara alami akan mengapung”.

Sang Buddha : “ Dengan cara yang sama, andaikan seseorang telah melakukan banyak kebajikan, tidak pernah melukai makhluk hidup, dan ketika saatnya tiba dia meninggal dunia. Jika banyak orang berdatangan dan berteriak, dan mengutuknya pergi ke neraka, mungkinkah ia dapat pergi ke neraka? “

Kepala desa :” Itu tidak mungkin karena dia adalah orang yang baik. Secara alamiah dia akan pergi ke surga, diangkat oleh kamma baiknya sendiri”.

Dengan menjawab pertanyaan ini, kepala desa memahami apa yang dimaksudkan Sang Buddha, yakni, Sang Buddha tak dapat menolong kita. Apakah kita mengapung atau tenggelam, adalah tergantung pada kamma kita. Itulah sebabnya mengapa ajaran Buddhis berbeda dengan ajaran lainnya, dengan kata lain Sang Buddha tidak berkata bahwa dengan menjadi seorang Buddhis, anda dijaminkan suatu tempat di surga. Tidak ada pilih kasih.

Apakah anda pergi ke surga atau tempat manapun, tergantung pada kamma anda sendiri. Kita tidak dapat menyuap surga untuk membukakan pintu bagi kita – ini adil.

Sumber :
- Only We Can Help Ourselves -Bhikkhu Dhammavuddho Maha Thera
- Samyutta Nikaya 42.6 : Paccha-bumika Sutta

No comments:

Post a Comment

Pesan orang tua

Ayo ngelakoni apik, sing seneng weweh, (pokok'e nek kasih sesuatu aja diitung) aja nglarani atine uwong.
Aja dadi uwong sing rumangsa bisa lan rumangsa pinter. Nanging dadiya uwong sing bisa lan pinter rumangsa.
"Sabar iku lire momot kuat nandhang sakening coba lan pandhadharaning urip. Sabar iku ingaran mustikaning laku." -
Ms. Shinta & Paribasan Jowo

Terjemahan

Mari melakukan kebaikan dan senang berdarma-bakti, jangan pernah dihitung-hitung kalau sudah berbuat baik.
Janganlah menyakiti hati orang lain.
Jadi orang jangan cuma merasa bisa dan merasa pintar, tetapi jadilah orang yang bisa dan pintar merasa.
"Sabar itu merupakan sebuah kemampuan untuk menahan segala macam godaan dalam hidup.
Bertingkah laku dengan mengedepankan kesabaran itu ibaratnya bagaikan sebuah mustika
(sebuah hal yang sangat indah) dalam praktek kehidupan"
- Bu Shinta & Pepatah Jawa