Friday, October 28, 2011

Nīlakaṇṭha Dhāranī (नीलकण्ठ धारनी)

Dharani ini adalah sebuah Dharani bagaikan permata yang sengaja sy posting disini.
sutra mengenai Y.A. Avalokitesvara 【Lord Who Look Upon / observe, merujuk kepada Buddha】
sebagai perenungan sifat sifat ke-Buddha-an yang seharusnya seringkali kita baca dan renungkan.

Semoga dengan ini bangkitlah keyakinan akan Buddha Dhamma dan Sangha.
semoga dengan perenungan ini, hati kita tak tergoyahkan melakukan perenungan 
dengan rasa penuh hormat dan keyakinan yang mendalam akan semua diutarakan didalam sutra ini.

Maka kita menjadi tidak tergoncangkan dengan mengerti sifat sifat Buddha 
yang diterangkan pada Dharani ini. Svati hotu!



Nilakantha Sutra
尼拉卡姆薩
नीलकण्ठ लोकेश्वर


Nīlakaṇṭha Dhāranī
The Holy and Merciful Dhāranī

1
Namo ratna-trayāya
Namo āryāvalokite-śvarāya
bodhisattvāya mahāsattvāya
mahā-kārunikāya

2
Om sarva bhaya
śodhanāya tasya
namaskrtvā imu Ārya-valokite-śvarā tava
namo Nīlakantha

3
Hrdayam vartayisyāmi
sarvārtha-sādhanam śubham
ajeyam sarva-bhūtānām
bhava-mārga-viśodhakam

4
Tadyathā: Om Ālokādhipati lokātikrānta

Ehi mahā-bodhisattva
sarva-sarva smara smara hrdayam
Kuru-kuru karma
dhuru vijayate mahā-vijayate

Dhara-dhara dhārinī-rāja
cala-cala mama vimalā-mūrtte
Ehi ehi chinda chinda
aras pracali vaśa-vaśam pranāśaya

Hulu-hulu smara
hulu-hulu sara-sara siri-siri suru-suru
Bodhiya-bodhiya
bodhaya-bodhaya maitriya Nīlakantha [dehi me] darsanam

Praharāyamānāya svāhā
siddhāya svāhā mahā-siddhāya svāhā
siddhayogīśvarāya svāhā

Nīlakanthāya svāhā
varāha-mukhāya svāhā
narasimha-mukhāya svāha

Gadā-hastāya svāhā
cakra-hastāya svāhā
padma-hastāya svāhā

Nīlakantha-pāndarāya svāhā
Mahātali Śankaraya svāhā

5
Namo ratna-trayāya
Nama āryāvalokite-śvarāya bodhisattvāya svāhā
Om sidhyanthu me mantra-padaya svaha


Pendahuluan

Perenungan 【Contemplation】

Didlm membaca sutra, Kita belajar menyatukan hati,
menyelaraskan pikiran dlm 1 perenungan.
Kita juga bljr menegarkan batin ini
Pd konsentrasi terpusat.
MAHA KARUNA DHARANI
Adl kitab perenungan luhur.

Uraian dibawah ini adalah penjelasan arti
Dari pada Dharani ini, shg saat melafalkan, batin kt yg murni bs menyerapnya.
Lafalkanlah dgn rasa sujud, tekun & pasrah.
Tanpa pengharapan2 apapun, baik itu Mukjizat,
ato berkat apapun jg.
Semua berkat sudah ada sejak hati kita sudah dengan tulus melantunkan Dharani.
Karena didalam ajaran Spiritualism apapun juga jalannya,
Sudah dikatakan bahwa, “bahkan sebelum kamu datang menghadap Nya, Ia sudah tau akan apa yang akan kamu lakukan dan bagaimana isi hatimu”


Janganlah berharap apapun juga, termasuk mujizat, seperti

Org mati dibangkitkan?
Semua makluk hidup pada akhrnya juga harus meninggal.


Kekayaan?
Smua itu bukanlah milik kita yang sejati,
kita hanya mendapatkan posisi sementara utk menguasainya,
tp bila tiba saatnya, semua itu akan ditinggalkan tanpa dibawa sepeserpun.



Keindahan rupa?
kerupawanan suatu hari pun akan termakan usia.

Segala pengharapan2 yang mengandung napsu keinginan duniawi tersebut adalah noda dalam kesucian batin,
sebaliknya hanya akan menambah ego&
hal itu akan menjerat kita ke dlm keinginan2 (tanha) yang lebih dalam lagi;
tanha akan menguasai mind/pikiran,
kita akan terkuasai oleh pikiran sendiri. Bagaikan sebuah dahaga yang tak henti hentinya merasakan haus, ingin lagi dan lagi terhadap sesuatu yang mengikat batin tanpa nya.

Tp seseorang yang hatinya mantap hendaknya melafalkan wejangan dgn rasa pasrah & sujud dari lubuk hati yg paling dlm.
Berserah dalam BimbinganNya, yakin semua kejadian dalam hidup kita
hanyalah demi kebaikan kt smata, bukanlah hukuman yang dilemparkan dari Atas sana,
karena diatas sana tiada makluk yang sanggup melemparkan Neraka kedalam diri kita.
diAngkasa hanyalah ada Space [ruang angkasa] tiada siapa siapa diatas sana dengan apa yang disebut pencipta atau Maha Dewa yang menghukum makluk hidup,

Tapi pikiran, tanha, noda batin [benci, serakah, dengki, iri, dan bodoh dari tidak tahunya cara melepaskan diri dari rasa benci, serakah, dengki dan iri ini lah yang membuat makluk hidup menderita dalam batinnya seperti sedang memukul keras keras dirinya sendiri.]

janganlah membesarkan tanha kita aplagi dengan mencoba memaksakan
permohonan [wishes] kita dengan bargain ataupun mengancam kepada makluk suci.
Karena mereka bersih, pure, sacral, suci. Beliau tahu apa yang harus dilakukan far beyond our thinking [jauh diluar cara berpikir kita sebagai manusia biasa]

Jgnlah ego kt sampai melawan Hukum alam dan
menjerat hati kita kedalam lumpur penderitaan.
"air turun dari daratan tinggi ke yg lbh rendah"
atau apakah alam bergerak sebaliknya? ^_^

“keinginan duniawi yang terkandung napsu [tanha] membuat suatu kecaman dalam hati,
Tapi seandainya dengan lurus kita arahkan pikiran kita kepada perenungan
Sifat sifat suci dari Buddha yang Bersih dari kekotoran batin,
Yang Tanpa noda kebencian, maha pengasih, yang tidak gentar, yang tanpa noda batin,
Apabila kita dengan kerendahan hati, Yakin dan rasa sujud kita merenung,
Melafalkan sifat ke-Buddha-an yang diuraikan dalam Dharani ini kedalam batin kita.
Segala jalan keluar yang baik akan ditunjukkan, hal yang tidak bisa dibayangkan sebelumnya oleh Pemikiran manusia biasa tapi hal itu akan terjadi buat anda."


Biarlah Dharma ini menyatu kedlm sanubari.
Biarlah kegelisahan tersingkir.
Biarlah keyakinan ini melenyapkan
tembok rintangan batin apapun yg menembus mata duniawi.

jgn ragu lg, lantunkan Dharani ini,
KT RENUNGKAN KEMBALI DGN MEMBUKA PINTU HATI KT LEBAR2.
Dgn keterbukaan hati, tabir yg tertutup slama ini akan jd semakin jelas.
Svati hotu.

Suatu kali Buddha bersabda
"menghormati dan mengasuh orang tua dengan baik,
Rasa hormat kepada kakak dan adik.
barulah kemudian engkau datang kepada Tatagatha,
dan mengembangkan kebaikan"


mari kita bersama sama mulai sekarang melatih diri kita sendiri mulai dari melafalkan Dharani secara rutin, melatih diri kita sendiri dengan untuk memperaktekkan uposatha dalam hidup, mari kita bangkitkan rasa Kasih Sayang.


Terjemahan dari Contemplation [perenungan] Maha Karuna Dharani [Perenungan Kasih Sayang Seorang Buddha]:
Hormat ku yang tertinggi kepada Tiratana
Hormat ku kepada Yang Mulia nan Agung, 
yang memandang Dunia dengan Kasih Sayang
Yang telah mencapai penerangan sempurna, 
Makluk Agung, yang Maha pengasih

AUM [Suara Semesta], 
Sembah sujud ku kepada Engkau 
yang telah menghancurkan segala rasa takut,
Yang Mulia Avalokitesvara, 
avalokita = yang memandang kepada dunia / to look upon / to observe】 
ishvara = Makluk agung / mulia 
Avalokitesvara merujuk kepada Sang Buddha itu sendiri
Hormat kepada Yang Suci dan Maha pengasih

Ku akan melafalkan Dharani [kebenaran]
yang mana mengarahkan semua
tujuan ke satu arah,
Yaitu yang murni dan tak berbanding mulianya dihadapan semua makluk,
Yang memurnikan jalan hidup kita. 
[Buddha, Dhamma, Sangha]

Sebagai berikut
 “Aum, Bodhisatta yang penuh dengan Cahaya,
Yang melampaui dan menembus keduniawi,
Kupersilakan kehadiran engkau oh Makluk luhur [dalam hati ini]
melalui perenungan Dharani ini

Ia yang berupaya keras, bergerak tepat waktu,
yang telah memenangkan dirinya
menyentuh Dunia, memegang dunia [pengenal alam semesta],
Raja pemegang Dhamma yang telah menembus pengertian mengenai 4 kebenaran mulia [Dharani].

Ia yang tergerak [dalam kasih sayang], 
dan dalam berbagai bentuk.
Yang Suci, Yang telah memenuhi tekadnya,
Raja yang bertekad yang teguh, tak tergoyahkan
Yang telah menghancurkan segala kekotoran batin
Ia yang Berbelas kasihan, berada disini

Engkau yang telah mencapai penerangan sempurna,
Terangilah aku, bimbinglah aku
Biarlah yang suci dan maha pengasih membimbing hamba.

Terpujilah Engkau yang maha melihat
Terpujilah Engkau yang telah berhasil
Terpujilah Engkau yang telah mencapai penerangan sempurna
Terpujilah engkau, seorang meditator yang berhasil mencapai pengerangan sempurna

Ku sampaikan rasa hormat dan sembah sujud
kepada yang Suci dan berbelas kasihan kepada semua makluk
Kepada yang telah murni
Kepada Engkau yang gagah bagaikan Singa
Kepada Engkau yang memegang tongkat kesempurnaan ditanganmu

Kepada pemegang roda Dhamma
Kepada Engkau yang suci murni bagaikan bunga teratai
Kepada yang bersih [pure] nan Berbelas-kasihan 
yang terbasuhi oleh kesucian
Kepada Engkau Raja Tangguh sang Pemberi Harapan.

Hormatku kepada Tiratana
Hormatku kepada
yang memandang Dunia dengan Kasih Sayang
Yang telah mencapai penerangan sempurna
Namo Buddhassa!

Aum, demikianlah telah diselesaikan!
Ungkapan Suci telah selesai diutarakan.
Namo Buddhassa!


===============
Note:


Avalokitesvara adalah sebuah penamaan akan seorang Buddha yang telah mencapai penerangan sempurna.
dikatakan dikitab Buddhism bahwa seseorang menjadi Buddha adalah haruslah seorang manusia dan pria.Didalam Buddhsim Mahayana penggambaran seorang Buddha digambarkan dengan berbagai cara dan bentuk. Avalokitesvara 觀世音 adalah salah satunya.Anda boleh lihat kitab Tipitaka ataupun Tripitaka semua nya menjelaskan bagaimana sifat Buddha
dan semuanya sama. jadi tetap lah perenungan akan YM Avalokitesvara adalah  perenungan sifat ke-Buddha-an
janganlah kita menjadi bingung dengan istilah istilah yang ada pada masa sekarang ini, termasuk istilah Boddhisatta.



Yang dimaksudkan Bodhisatva pada kitab ini diuraikan sebagai berikut:
  1. Bodhi = penerangan sempurna
  2. satva = makluk
walaupun berbeda interpretasi dengan edukasi Thera, karena Mahayana telah tercampur dengan tradisi setempat
shingga interpretasi/terjemahannya agak berbeda, tapi perlu kita ingat bahwa maksudnya adalah sama.  kitab ini adalah perenungan terhadap Sang Buddha itu sendiri. Sedangkan avalokitesvara yang digambarkan oleh orang Chinese sebagai wanita itu hanyalah bagaikan dongeng semata anda percaya silakan, anda tidak percaya juga silakan. tapi kitab Mahayana sendiri tidak mencatat kalau Beliau adalah wanita. mohon dimengerti kebenaran ini. Sekali lagi bahwa Beliau bukanlah putri [princess] Miao Shan yang ada di daratan China sana. itu hanyalah sebuah kisah yang DIANGGAP saja tapi tidak berdasarkan ciri ciri Buddha yang sesungguhnya.


===================================================================

Nb:
Satu hal yang perlu kita telaah baik baik dalam pikiran kita, banyak sekali orang yang belajar dan paham teori teori keagamaan, tapi mereka hanya menjadikan apa yang dipelajarinya tanpa perna merealisasikan
pencerahan dari semua ajaran itu. Yang ada adalah ia cuma pandai mengukuhkan pandangan pribadi dari apa yang dipelajarinya dan menganggap bahwa pandangannya saja lah yang paling benar, dan menyalahkan pihak lainnya, bahkan kepada sesama umatnya sekalipun. Hasil pengertian yang didapat oleh mereka yang belajar tersebut baru hanyalah sampai pada sebuah hipotesa, doktrin semata.

Tapi banyak dari pertapa pertapa baik, yang telah melaksanakan dan merealisasikan
Tanpa banyak berdebat atau MENGUKUHKAN bahwa mereka yang paling benar,
Mereka melaksanakan baik baik apa yang diajarkan untuk penelusuran batin.

Seperti banyak pertapa bijaksana diJawa pada jaman dahulu kala, mereka yang telah mencapai tingkat tinggi dari jhana dan merealisasikan tingkatan tertentu adalah orang orang yang humble, sederhana, selalu merendah, orang yang gak ingkar atau culas seperti banyak dari orang orang ahli kitab sekarang yang terkadang ucapannya terdengar manis namun belum tentu hatinya demikian. yang tentu saja, orang orang yang pandai kitab suci dijaman sekarang walau telah menghafal puluhan kitab, namun tetap saja tak sebanding sedikitpun kebijaksanaannya dengan mereka para pertapa yang bijaksana tersebut. Mereka melaksanakan semedi sambil berpuasa [mutih] dengan tekad yang kuat,  sampai akhirnya mencapai apa yang disebut EKAGGATA dalam bahasa pali. Dan ini telah berhasil dilaksanakan oleh mereka. Dan sampai mencapai tahap lebih dari pada itu. Pengertian atau pencapaian mereka pun bukan berdasarkan teori teori buku tapi berdasarkan pengalaman langsung walaupun sebagian belum dikatakan suci, tapi mereka melebihi orang orang yang jaman sekarang yang banyak baca buku, dan tau pengetahuan Dhamma, bahkan terhadap yang suka medtasi samatha atau vipassana sekalipun yang Cuma jago berdebat kusir yang tanpa merealisasikan apa yang Sang Buddha ajarkan tentang “pencerahan”[mencapai Arahat] ataupun kemampuan diluar kemampuan manusia biasa, ambil contoh yaitu meneropong kelahiran lampau sekalipun, orang orang yang hebat debat atau ahli kitab suci tidak bisa dicapai, Cuma mencapai kondisi atau keadaan adem ayem aja dihatinya saat meditasitapi sikapnya congkak bak orang pintar dan suci, mengukuhkan pemikiran atau pandangannya sajalah yang paling benar, dan suka menantang dengan mengajak debat.

Hal ini tidaklah perlu ditiru ataupun diikuti, baik kepada yang mempelajari edukasi Theravada ataupun Mahayana. Karena mereka mereka itu bukanlah orang orang yang pantas dijadikan sebagai contoh yang teladan sebagai Umat Buddha, sebaliknya hanyalah pembawa karma buruk bagi dirinya sendiri, pun bagi orang yang ikut terbawa dalam situasi tersebut, termasuk agama, nanti perang akan terjadi karena saling pengukuhan siapa yang paling benar antar sesamanya, persis seperti agama tetangga yang perang saudara.

Ingatlah bahwa realisasi “pencerahan” 
bukan didapat dalam debat dan judging [penghakiman] 
akan siapa yang benar dan siapa yang salah, 
akan tetapi pelaksanaan Dhamma itu sendiri lah 
yang membuat orang berhasil mencapai pencerahan. 
maka itu pertanyaan berikut penting juga untuk ditelaah oleh kita semua:
  1. Apakah kamu sudah tidak lagi berucap yang menantang [顶嘴] terhadap orang tua sendiri? Apakah sudah bisa membahagiakan orang tua? tidak hanya mencukupi kebutuhan orang tua, tapi apakah kita sering menemani orang tua ngobrol dengan santai, duduk bersama sambil minum teh? 
  2. Bahkan kita sudah puluhan bahkan ratusan kali bernamaskara kepada Buddha Dhamma Sangha, tapi apakah kita pernah bernamaskara terhadap orang tua kita sendiri selama seumur hidup kita? lihatlah bagaimana ego masih terus berdalih dalam hati mereka dan enggan bernamaskara minta maaf kalau kita pernah membuat hati orang tua kita terluka atau sedih.
  3. Sebagai upasaka upasika, apakah anda sudah berhasil didalam melaksakan 8 sila pada hari Uposatha (Sanskrit: Upavasatha) secara rutin?
  4. Apakah hati kamu sudah tergerak melihat orang tua gelandangan dijalan yang tanpa anak atau keluarga yang mengurus? atau sebaliknya timbul pikiran yg tidak baik, sinis, atau meng-umpat?
  5. Apakah anda masih suka mengklaksoni pendorong gerobak sampah yang besar itu saat anda mengendarai mobil atau motor dengan maksud agar si pendorong gerobak yang besar dan berat itu untuk lebih cepat dorongnya biar gak macet? [bayangkanlah orang yang demi mencari nafkah sampai mendorong berat2 barang, dan sampah lagi, masih juga diklaksoni? Dimanakah hati nurani manusia?]
  6. Apakah hati anda masih mengucilkan, mengutuk gembel, bercibir sambil menghina mereka dalam hati,"Males, gak mau kerja, dsb"?
    kita kurang menaruh perhatian akan masalah seandainya ada orang tua yang tidak memiliki keahlian, pun kalau orang tanpa keahlian jika bekerja sekalipun coba kita pikir berapa banyak penghasilan yang bisa didapat sementara dirumah mungkin istrinya ada dua? pertanyaan yang utama yang harus kita jawab masing masing dalam hati adalah jika seandainya kita dalam posisi yang seperti dia, di usia diatas 40 tahun yang telah terlanjur punya istri 2 dengan kondisinya yang sedemikian apa yang harus kita lakukan? [banyak versi yang kita jawab dalam hati kita, seperti contoh: haruslah bekerja seperti saya dapat gaji 5 juta / bulannya] tapi pada kondisi masarakat kita di tahun 2000 an ini, bekerja di pabrik atau bantu2 gudang atau jadi pegawai restoran atau toko saya rasa tidak akan cukup untuk membiayai keluarganya? tapi apa yang perlu kita telaah dalam peristiwa ini? apakah kita cuma diam sambil merenung "ini sudah karmanya"? ini perlu kita tanya pada diri kita masing masing seandainya kita tertimpa kejadian yang sama, agar dalam hati kita janganlah menghakimi yang lain, karena kalau anda tahu seperti bagi orang orang yang pernah pergi ke Australia, Jepang dan Amerika akan alasan mengapa di negara yang demikian maju dan serba praktis tanpa kekurangan gaji dalam kehidupan mereka masih saja terdapat gembel? ini perlu kita pelajari lebih lanjut penelusuran ke akar permasalahan yang harus disesuaikan dengan budaya, pikiran dan beragamnya level kemampuan tiap orang
    plus bagi yang mengerti bahasa mandarin 請朋友們收看中國弟子規論壇講座的光盤,講座裏的話題談到五花八門的人民生活. Mari kita belajar lebih lanjut bersama sama, bukan hanya sekedar berteori tapi juga telusuri gaya atau cara pendekatan yang beragam bentuknya. karena melihat kehidupan tidaklah semudah membalikkan tangan
  7. Apakah hati kita sudah menaruh hormat kepada pelaksana Dhamma yang sabar, mengendalikan kemarahannya, hidup bertatasusila, yang tak berumah, tak memiliki uang dan hidup celibate [selibat]?
  8. Apakah hati kita berpikir untuk menolong hewan hewan lemah dan yang dalam keadaan bahaya? Atau melaksanakan kegiatan fàng shēng dengan memesan dulu ke tukang jual ikan sehingga sang penjualan dengan lebih giat lagi menangkap ikan ikan, kemudian kita lepas? apa ini yang disebut Kasih Sayang? ^_^
  9. Apakah anda masih mengatas namakan Kasih Sayang [karuna] dalam kegiatan BAKTI SOSIAL, dengan mendermakan makanan tak layak seperti mie instan kepada fakir miskin?

Kita-lah yang akan melihat semua itu, dan kita sendiri akan melihat dan mengerti apa benar orang orang yang pandai kitab suci dan ahli berdebat adalah orang orang sebijak ucapannya? apa benar mereka telah merealisasikan Dhamma yang telah dipelajarinya sampai mencapai pencerahan? atau mereka cuma pandai bicara saja? masalah warisan bisa berantem ama keluarga, orang lain dipuji puji malah ngedengki? semakin ia berbicara kitab, malah semakin mengukuhkan keegoannya saja untuk menunjukkan kalau AKU-LAH YANG PALING BENAR! tapi kalo udah ngomongin duit, langsung turun derajat dari orang yang bak orang bijak langsung jadi orang yang gak bejat. Lucu bukan?

No comments:

Post a Comment

Pesan orang tua

Ayo ngelakoni apik, sing seneng weweh, (pokok'e nek kasih sesuatu aja diitung) aja nglarani atine uwong.
Aja dadi uwong sing rumangsa bisa lan rumangsa pinter. Nanging dadiya uwong sing bisa lan pinter rumangsa.
"Sabar iku lire momot kuat nandhang sakening coba lan pandhadharaning urip. Sabar iku ingaran mustikaning laku." -
Ms. Shinta & Paribasan Jowo

Terjemahan

Mari melakukan kebaikan dan senang berdarma-bakti, jangan pernah dihitung-hitung kalau sudah berbuat baik.
Janganlah menyakiti hati orang lain.
Jadi orang jangan cuma merasa bisa dan merasa pintar, tetapi jadilah orang yang bisa dan pintar merasa.
"Sabar itu merupakan sebuah kemampuan untuk menahan segala macam godaan dalam hidup.
Bertingkah laku dengan mengedepankan kesabaran itu ibaratnya bagaikan sebuah mustika
(sebuah hal yang sangat indah) dalam praktek kehidupan"
- Bu Shinta & Pepatah Jawa