Wednesday, November 7, 2012

Dhanapalapetavatthuvannana - Orang Yang Mencegah Yang Lain Menerima Pemberian

CERITA PETA DHANAPALA


‘Telanjang dan berpenampilan buruk engkau.’ Ini dikatakan ketika Sang Guru sedang berdiam di Huta Jeta sehubungan dengan peta Dhanapala.

Dikatakan bahwa sebelum munculnya Sang Buddha, di kota Erakaccha di kerajaan Dasannas1 hiduplah seorang pedagang kaya bernama Dhanapalaka. Dia tidak memiliki keyakinan maupun bakti, sangat kikir serta mengukuhi pandangan klenik natthika.2 Kegiatannya diketahui lewat teks.3 Setelah meninggal, dia muncul sebagai peta di belantara gurun pasir.

Tubuhnya seukuran batang pohon palmira.4 Kulitnya membengkak dan kasar, dan dia tampak mengerikan. Penampilannya buruk dan bentuknya amat tidak keruan – sungguh amat menjijikkan.

Dikuasai oleh rasa lapar dan haus, dengan lidah yang menjulur keluar dari kerongkongannya5 yang kering, dia berkelana kian kemari selama lima puluh lima tahun tanpa memperoleh (satu kali pun) segumpal nasi untuk dimakan atau setetes air (untuk diminum). [100] Kemudian ketika Sang Guru muncul di dunia dan telah memutar roda Dhamma Agung, pada suatu ketika Beliau berdiam di Savatthi. Beberapa pedagang penghuni Savatthi mengisi lima ratus kereta dan pergi ke Uttarapatha.6 (Di sana) mereka menjual barang-barang dan kemudian memuati kereta mereka dengan barang-barang yang diterima sebagai gantinya.

Pada perjalanan pulang, di petang hari mereka sampai di suatu sungai yang telah mengering.7 Mereka melepaskan tali-tali pengikat binatang penariknya di sana dan mendirikan tenda untuk bermalam. Si peta tersebut, karena dikuasai rasa haus, datang ke sungai untuk mencari sesuatu untuk diminum.

Ketika tidak diperolehnya bahkan setetes air di sana, dia jatuh tertelungkup, kehilangan harapan, bagaikan pohon palmira yang dipotong di akarnya.8 Ketika melihat peta itu, para pedagang bertanya kepadanya dengan syair ini:

1. Telanjang dan penampilan buruk engkau, kurus kering dan dengan nadi yang menonjol. Engkau yang kurus, dengan tulang iga menonjol keluar, siapakah engkau, tuan yang baik?

Kemudian peta itu memberitahukan identitasnya:

2. Tuan, saya adalah peta yang menuju ke alam Yama yang menyengsarakan; karena telah melakukan suatu perbuatan yang jahat, saya telah pergi dari sini ke alam peta.’

Sekali lagi peta itu ditanya tentang perbuatan yang telah dilakukannya:

3. ‘Kalau demikian, perbuatan jahat apa yang telah dilakukan olehmu lewat tubuh, ucapan atau pikiran? Sebagai akibat dari perbuatan apa yang membuat engkau pergi dari sini ke alam peta?’

Maka dia pun mengucapkan syair-syair ini untuk menggambarkan keadaannya di masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang, dari tempat kelahiran sebelumnya dan selanjutnya, sambil memperingatkan mereka:

4. ‘Ada suatu kota kerajaan Dasanna, yaitu Erakaccha yang terkenal. Di masa lampau saya adalah seorang pedagang kaya di sana – saya dikenal sebagai Dhanapala.

5. Delapan puluh kereta penuh emas adalah milik saya; saya memiliki amat banyak emas dan mutiara serta batu-batu berharga.

6. Walaupun memiliki kekayaan9 yang demikian besar, saya tidak suka memberi. Saya menutup pintu sebelum makan, kalau-kalau para pengemis melihat saya.

7. Saya tidak memiliki keyakinan. Saya jahat, kikir dan suka mencaci. Saya memiliki kebiasaan menghalangi banyak orang ketika mereka memberi dan melakukan perbuatan baik.

8. [101] Dengan mengatakan, ‘Tidak ada buah dari perbuatan memberi. Dari mana bisa muncul buah dari pengendalian diri?”,10 saya menghancurkan kolam-kolam teratai serta tempat-tempat minum lainnya, juga taman-taman hiburan, tempat-tempat air di pinggir jalan dan jembatan-jembatan di tempat-tempat yang sulit diseberangi.

9. Saya tidak melakukan perbuatan baik. Saya (hanya) melakukan perbuatan-perbuatan jahat. Ketika saya jatuh dari sana, saya muncul di alam peta, tersiksa oleh rasa lapar dan haus. Selama lima puluh lima tahun sejak saya meninggal,

10. Saya tidak sadar telah makan atau minum air. Orang yang kikir akan hancur. Orang yang hancur adalah orang yang kikir. Dikatakan bahwa para peta memang mengetahui bahwa orang yang kikir akan hancur.

11. Di masa lalu saya sangat kikir. Saya tidak memberi walaupun kekayaan (yang ada) melimpah; walaupun persembahan-jasa-kebajikan ada di hadapanku, saya tidak membuat perlindungan bagi diri saya sendiri.

12. Kemudian saya merasa menyesal ketika perbuatan-perbuatan saya sendiri (mulai) memberikan buah.11 Kematian saya akan datang setelah empat bulan,

13. Dan saya akan jatuh, turun ke neraka yang amat mengerikan dan kejam: tempat itu bersudut empat, memiliki empat gerbang dan terbagi menjadi bagian-bagian yang sama, dilingkari dinding besi, dengan atap besi di atasnya;

14. Lantainya yang menganga terbuat dari besi yang membara; membentang ke sekeliling sampai seratus yojana, abadi berdiri.

15. Di sana, untuk waktu yang lama saya akan mengalami perasaan yang menyakitkan sebagai buah dari perbuatan-perbuatan saya yang jahat – karena hal inilah saya sekarang dipenuhi kesedihan.

16. Oleh karena itu saya berkata kepadamu, “Berkahku untuk kalian masing-masing yang berkumpul di sini. Jangan melakukan perbuatan yang jahat, baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi.

17. Karena jika engkau melakukan atau akan melakukan suatu perbuatan yang jahat, tidak akan ada bagi kalian jalan keluar dari kesengsaraan, sekalipun engkau terbang ke atas12 dan melarikan diri.

18. Hormatilah ibu, hormatilah ayah; hormatilah mereka yang lebih tua dalam keluarga; (tunjukkan rasa hormat untuk) para petapa dan brahmana – dengan cara ini engkau akan pergi ke surga”.’


Setelah mendengar apa yang dikatakan peta itu, para pedagang merasa amat risau dan kasihan kepadanya. Mereka mengambil semangkuk air, menyuruhnya berbaring dan kemudian memercikkan air ke dalam mulutnya. Walaupun orang-orang itu berkali-kali melakukannya, namun air yang dirindukan itu tidak mau turun ke tenggorokan peta itu28 akibat dari buah tindakan-tindakannya.

Bagaimana rasa hausnya bisa diredakan? Mereka bertanya kepada peta itu apakah dia tidak29 merasakan sedikit kelegaan. ‘Sekalipun jika setetes air yang dipercikkan begitu banyak orang berkali-kali masuk ke teggorokanku, tetap saja tidak akan ada jalan keluar dari kandungan peta ini’, katanya.

Mendengar hal ini, para pedagang itu merasa amat gelisah dan berkata,
‘Tetapi adakah suatu cara untuk meredakan rasa hausmu?’
Dia berkata, ‘Bila tindakan jahat ini telah habis
serta dana telah diberikan kepada Tathagata atau savaka,
dan orang itu mempersembahkan dana itu untukku,
saya akan terbebas dari keadaan alam peta ini.’

Mendengar hal ini, para pedagang itu kemudian pergi ke Savatthi,
menemui Sang Buddha dan mengajukan masalah itu kepada Beliau.
Mereka menerima Tiga Perlindungan dan Sila dan selama tujuh hari
memberikan dana secara melimpah kepada Sangha bhikkhu
dengan Sang Buddha sebagai pemimpinnya dan menujukannya kepada peta tersebut.

Sang Buddha menganggap hal itu sebagai suatu kebutuhan yang muncul
dan mengajarkan Dhamma kepada empat kelompok.
Orang-orang pun meninggalkan noda keegoisan dan keserakahan dan sebagainya.
Mereka bergembira dalam tindakan-tindakan memberi dan
tindakan-tindakan berjasa lainnya.



Baca pula keterangan mengenai

No comments:

Post a Comment

Pesan orang tua

Ayo ngelakoni apik, sing seneng weweh, (pokok'e nek kasih sesuatu aja diitung) aja nglarani atine uwong.
Aja dadi uwong sing rumangsa bisa lan rumangsa pinter. Nanging dadiya uwong sing bisa lan pinter rumangsa.
"Sabar iku lire momot kuat nandhang sakening coba lan pandhadharaning urip. Sabar iku ingaran mustikaning laku." -
Ms. Shinta & Paribasan Jowo

Terjemahan

Mari melakukan kebaikan dan senang berdarma-bakti, jangan pernah dihitung-hitung kalau sudah berbuat baik.
Janganlah menyakiti hati orang lain.
Jadi orang jangan cuma merasa bisa dan merasa pintar, tetapi jadilah orang yang bisa dan pintar merasa.
"Sabar itu merupakan sebuah kemampuan untuk menahan segala macam godaan dalam hidup.
Bertingkah laku dengan mengedepankan kesabaran itu ibaratnya bagaikan sebuah mustika
(sebuah hal yang sangat indah) dalam praktek kehidupan"
- Bu Shinta & Pepatah Jawa