Sunday, December 23, 2012

Kisah Jambuka Thera - Akibat Menghalangi Orang Lain Berdana


Jambuka adalah seorang hartawan di Savatthi.
Berkaitan dengan perbuatan buruk yang dilakukannya di masa lampau,
ia harus dilahirkan dengan kelakuan yang sangat aneh.




Ketika masih anak-anak, ia tidur di lantai tanpa alas kasur,
dan memakan kotorannya sendiri sebagai ganti nasi.

Ketika ia bertambah dewasa,
orang tuanya mengirim kepada Ajivaka, pertapa telanjang.
Ketika pertapa itu mengetahui kebiasaan makannya yang aneh,
mereka mengirim Jambuka pulang ke rumah.

Setiap malam ia makan kotoran manusia.
Setiap hari berdiri dengan satu kaki, dan
membiarkan mulutnya terbuka.

Ia selalu mengatakan bahwa ia membiarkan mulutnya terbuka,
sebab ia hidup dari udara dan berdiri dengan satu kaki,
sebab akan memberatkan bumi untuk mengangkatnya.
"Saya tidak pernah duduk, saya tidak pernah tidur,"
ia berbangga diri, dan oleh karena itu ia dikenal dengan nama Jambuka,
orang congkak.

Beberapa orang mempercayainya dan beberapa orang
mau datang kepadanya untuk berdana makanan.

Jambuka akan menolak dan berkata,

"Saya tidak menerima makanan selain udara."
ketika dipaksa, dia menerima sedikit dana makanan tersebut,
kemudian ia akan memberikan segenggam rumput kusa
kepada orang yang berdana makanan itu dan berkata:
"Sekarang pergilah, semoga ini dapat memberikan kebahagiaan bagi anda."

Dengan cara ini, Jambuka hidup selama lima puluh lima tahun telanjang, dan hanya makan kotoran manusia.

Suatu hari Sang Buddha melihat bahwa
Jambuka akan mencapai tingkat kesucian arahat dengan segera.
Maka suatu sore Sang Buddha pergi ke tempat tinggal Jambuka
dan menanyakan di mana tempat bermalam.

Jambuka menunjukkan sebuah gua yang ada di gunung
tidak jauh dari lempengan batu tempat tinggalnya.

Selama malam pertama, kedua, dan ketiga,
dewa-dewa Catumaharajika, Sakka, dan Mahabrahma datang
untuk memberikan penghormatan secara bergantian kepada Sang Buddha.

Pada ketiga kesempatan tersebut,
hutan itu terang benderang dan Jambuka menyaksikan ketiga cahaya tersebut.

Pagi harinya,
ia mengunjungi Sang Buddha dan
bertanya tentang cahaya tersebut.

Ketika diberitahu bahwa dewa-dewa, Sakka dan
Mahabrahma datang memberikan hormat pada Sang Buddha,

Jambuka sangat tertarik dan berkata kepada Sang Buddha:
"Anda pasti benar-benar orang besar bagi para dewa, Sakka,
dan Mahabrahma, sehingga mereka datang dan memberikan hormat kepadamu.
Tidak seperti saya, meskipun saya telah berlatih hidup sederhana
selama 55 tahun, hidup dari udara dan berdiri dengan satu kaki,
tidak satu dewa pun, tidak juga Sakka, Mahabrahma mengunjungiku."

Sang Buddha berkata kepadanya,
"O, Jambuka! Kamu dapat menipu orang lain,
tetapi kamu tidak dapat menipuku.
Saya tahu bahwa selama 55 tahun kamu
telah makan kotoran dan tidur di tanah."

Lebih jauh Sang Buddha menerangkan kepadanya
bagaimana kehidupannya yang lampau pada masa Buddha Kassapa,

Jambuka telah menghalangi seorang thera
untuk berkunjung ke rumah umat awam
yang ingin berdana makanan dan
bagaimana ia telah melemparkan semua makanan
yang dikirimkan untuk thera tersebut.

Karena kejahatannya itu,
Jambuka sekarang makan kotoran dan tidur di tanah.
Mendengar penjelasan tersebut,
Jambuka sangat terkejut dan menyesal
telah berbuat jahat dan telah menipu orang lain.

Ia berlutut di hadapan Sang Buddha,
dan Sang Buddha memberinya selembar kain untuk dikenakan.
Sang Buddha memberikan khotbah;
dan pada akhir khotbah,
Jambuka mencapai tingkat kesucian arahat
serta menjadi murid Sang Buddha.

Murid Jambuka dari Anga dan Magadha datang,
mereka sangat terkejut melihat Jambuka bersama Sang Buddha.
Jambuka menjelaskan kepada mereka
bahwa ia telah menjadi murid Sang Buddha.

Kepada mereka Sang Buddha berkata,
meskipun guru mereka telah hidup sederhana
dengan makan makanan yang sangat sederhana,

hal itu tidak bermanfaat,
walaupun seperenambelas bagian
dari latihan dan perkembangannya saat ini.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 70 berikut:

"Mase mase kusaggena
balo bhunjeyya bhojanam
na so sankhatadhammanam
kalam agghati solasim."

Biarpun bulan demi bulan orang bodoh memakan makanannya
dengan ujung rumput kusa,
namun demikian ia tidak berharga seperenambelas bagian 
dari mereka yang telah mengerti Dhamma dengan baik.




No comments:

Post a Comment

Pesan orang tua

Ayo ngelakoni apik, sing seneng weweh, (pokok'e nek kasih sesuatu aja diitung) aja nglarani atine uwong.
Aja dadi uwong sing rumangsa bisa lan rumangsa pinter. Nanging dadiya uwong sing bisa lan pinter rumangsa.
"Sabar iku lire momot kuat nandhang sakening coba lan pandhadharaning urip. Sabar iku ingaran mustikaning laku." -
Ms. Shinta & Paribasan Jowo

Terjemahan

Mari melakukan kebaikan dan senang berdarma-bakti, jangan pernah dihitung-hitung kalau sudah berbuat baik.
Janganlah menyakiti hati orang lain.
Jadi orang jangan cuma merasa bisa dan merasa pintar, tetapi jadilah orang yang bisa dan pintar merasa.
"Sabar itu merupakan sebuah kemampuan untuk menahan segala macam godaan dalam hidup.
Bertingkah laku dengan mengedepankan kesabaran itu ibaratnya bagaikan sebuah mustika
(sebuah hal yang sangat indah) dalam praktek kehidupan"
- Bu Shinta & Pepatah Jawa