Saturday, June 16, 2012

Orang Bodoh [Ignorance]


Kisah Ananda, Seorang Hartawan

Tinggallah seorang hartawan yang sangat kaya bernama Ananda di Savatthi.
Meskipun dia memiliki delapan crore, dia tidak mau memberikan sesuatu apapun untuk berdana. Kepada anaknya Mulasiri, dia sering mengatakan,
“Jangan berpikir bahwa kekayaan yang kita miliki saat ini cukup banyak.
Jangan berikan sesuatu apapun yang kau punyai,
untukmu buatlah semakin bertambah. Jika tidak,
kekayaanmu semakin berkurang.”

Orang kaya ini memiliki lima guci berisi emas yang dikubur di dalam rumahnya,
dan ia meninggal dunia tanpa memberitahukan tempat penyimpanan guci itu
kepada putranya.

Ananda, orang kaya yang telah meninggal tadi,
dilahirkan di sebuah perkampungan pengemis, tidak jauh dari Savatthi.
Waktu ibunya sedang mengandung, penghasilan dan
keberuntungan para pengemis menurun.




Penduduk perkampungan itu berpikir bahwa ada seseorang yang
tidak beruntung dan menyebabkan kesialan di antara mereka.
Dengan membagi mereka kedalam kelompok-kelompok,
mereka mengambil kesimpulan bahwa pengemis wanita
yang sedang mengandung itu mendatangkan kesialan bagi mereka.

Ia diusir keluar dari desa. Ketika anaknya lahir,
anaknya sangat jelek dan menjijikan.
Jika wanita itu pergi mengemis sendirian ia
akan memperoleh hasil seperti biasa, tetapi
jika ia pergi bersama putranya, ia tidak mendapatkan apa-apa.
Maka, ketika putranya bertambah dewasa dan dapat berjalan sendiri,
ibunya memasang tanda di tangannya dan kemudian meninggalkannya.

Ketika pengemis muda itu berkelana ke kota Savatthi,
ia mengingat rumahnya dan kehidupannya yang lampau.
Ia mengunjungi rumah tersebut.
Anak-anak dari putranya, Mulasiri, melihatnya.
Mereka sangat ketakutan melihat penampilannya yang buruk.
Pelayan-pelayan kemudian memukulinya dan mendorongnya keluar rumah.

Sang Buddha yang sedang melakukan pindapatta
melihat peristiwa itu dan meminta Y.A. Ananda untuk mengundang Mulasiri.
Ketika Mulasiri datang, Sang Buddha memberitahukan bahwa
pengemis muda tadi adalah ayahnya sendiri pada kehidupan yang lampau.
Tetapi Mulasiri tidak mempercayainya.

Maka Sang Buddha menyuruh pengemis muda itu
untuk menunjukkan dimana lima buah guci emas tersebut dikubur.
Akhirnya Mulasiri menerima kenyataan yang ada,
dan sejak itu ia menjadi umat awam pengikut Sang Buddha.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 62 berikut:

“Anak-anak ini milikku, kekayaan ini milikku,”
demikianlah pikiran orang bodoh.
Apabila dirinya sendiri sebenarnya bukan merupakan miliknya,
bagaimana mungkin anak dan kekayaan itu menjadi miliknya?


Sumber:
Dhammapadda Attakatha - bab V - bait 3

No comments:

Post a Comment

Pesan orang tua

Ayo ngelakoni apik, sing seneng weweh, (pokok'e nek kasih sesuatu aja diitung) aja nglarani atine uwong.
Aja dadi uwong sing rumangsa bisa lan rumangsa pinter. Nanging dadiya uwong sing bisa lan pinter rumangsa.
"Sabar iku lire momot kuat nandhang sakening coba lan pandhadharaning urip. Sabar iku ingaran mustikaning laku." -
Ms. Shinta & Paribasan Jowo

Terjemahan

Mari melakukan kebaikan dan senang berdarma-bakti, jangan pernah dihitung-hitung kalau sudah berbuat baik.
Janganlah menyakiti hati orang lain.
Jadi orang jangan cuma merasa bisa dan merasa pintar, tetapi jadilah orang yang bisa dan pintar merasa.
"Sabar itu merupakan sebuah kemampuan untuk menahan segala macam godaan dalam hidup.
Bertingkah laku dengan mengedepankan kesabaran itu ibaratnya bagaikan sebuah mustika
(sebuah hal yang sangat indah) dalam praktek kehidupan"
- Bu Shinta & Pepatah Jawa